BANK ASI
MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Disusun Oleh:
Khasan Fauzi
2021111067
STAIN PEKALONGAN
2013
PENDAHULUAN
Allah telah memberi rezeki kepada bayi berupa susu bayi yang berasal dari ibunya. Susu ibu mengandung 1,6 % Albuminoidal, 0,4 % lemak,
3,8 % gula, garam, dan beberapa vitamin. Kandungan tersebut hanya terdapat pada
susu ibu, dan tidak terdapat pada yang lainnya. Nabi SAW bersabda, “Tidak ada
susu bagi bayi yang lebih baik dibandingkan dengan susu ibu”.
Pemerintah juga sering memberikan himbauan mengenai
pemberian ASI pada bayi, yang ditujukan agar tumbuh kembang bayi bisa berjalan
optimal serta dapat tumbuh sehat dan normal. Kebutuhan akan air susu ibu (ASI)
telah disadari banyak kalangan. Dengan tumbuhnya kesadaran ini menyebabkan
munculnya masalah baru, yakni bagi kalangan ibu yang kesulitan bahkan tidak
bisa memberikan air susunya (ASI) pada bayinya, sehingga muncul ide untuk
mendirikan bank ASI.
Para pendonor ASI baik itu dengan upah ataupun tidak
memberikan suplai ASI kepada bank ASI, kemudian ASI tersebut didistribusikan
untuk mereka yang membutuhkan. Tidak ada catatan pasti sejak kapan ide
pendirian bank ASI itu muncul dan mulai dikembangkan. Dan juga tidak ada hukum
yang pasti mengenai Bank ASI, apakah diperbolehkan atau tidak. Untuk itu, dalam
makalah ini akan membahas tentang bank ASI menurut perspektif hukum Islam.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Bank ASI
Bank ASI merupakan wadah
atau tempat untuk menyimpan dan menyalurkan ASI dari pendonor ASI, yang
kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri
kepada bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi
pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang
didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar oleh bakteri. Kesulitan para
ibu memberikan ASI untuk anaknya menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank
ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis seperti pada saat bencana yang
sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada
anaknya.